Senin, 07 Juli 2014

MEMBACA PERMULAAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya tujuan membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi dan memahami makna bacaan. Selain itu, membaca merupakan keterampilan dasar, ini menunjukan bahwa keterampilan membaca perlu dimiliki setiap orang karena mempunyai peranan yang sangat penting.
Membaca juga merupakan salah satu jenis keterampilan yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh dari bacaan akan memungkinkan pembaca untuk mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Pernyataan tersebut menekankan tentang pentingnya membaca bagi peningkatan kualitas diri seseorang.
Seseorang akan ‘gagap teknologi’ dan ‘gagap informasi’ apabila jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai informasi aktual lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala macam informasi dan perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari media elektronik misalnya TV, juga dapat diikuti melalui media cetak dengan cara membaca.
Dari penelasan diatas dapat dikemukakan bahwa kegiatan membaca mempunyai berbagai macam tujuan dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu mempunyai maksud mengapa dia perlu membaca teks tersebut yang selanjutnya dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung.
Adapun manfaat kegiatan membaca antara lain sebagai media rekreatif, media aktualisasi diri, media informatif, media penambah wawasan, media untuk mempertajam penalaran, media pembentuk kecerdasan emosi dan spiritual dan sebagainya.
Dengan demikian, kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapa pun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh karena itu, metode pembelajaran membaca permulaan ditingkat SD kelas satu dan dua mempunyai peranan penting sebagai modal awal dalam mengembangkan kualitas membaca seorang siswa ditingkat lebih tinggi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Membaca Permulaan ?
2.      Bagaimanakah tujuan Membaca Permulaan ?
3.      Apa sajakah Metode yang digunakan dalam pembelajaran Membaca Permulaan ?
4.      Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan anak mengalami kesulitan Membaca Permulaan ?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian Membaca Permulaan.
2.      Menjelaskan tujuan Membaca Permulaan.
3.      Menjelaskan Metode yang digunakan dalam pembelajaran Membaca Permulaan.
4.      Menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan Membaca Permulaan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Pada waktu anak belajar membaca, ia belajar mengenal kata demi kata, mengejanya, membedakannyadengan kata-kata lain. Misalnya padi dan pagi, ibu dan ubi. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebisaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan / kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan lambang-lambang tulis, penguasaan kosakata untuk memberi arti dan memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Menurut Darwadi (2002) menyatakan bahwa:
Membaca permulaan merupakan tahap awal dalam belajar membaca yang difokuskan kepada mengenal simbol-simbol atau tanda-tanda yang berkaitan dengan huruf-huruf sehingga menjadi pondasi agar anak dapat melanjutkan ketahap membaca permulaan.
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai sesuatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kogniti dan sosial anak.
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi tersebut.
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Mebaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recording dan decoding. Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasi. Melalui proses recording, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk membantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam schemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.
Membaca permulaan merupakan saat kritis dan strategik di kembangkannya kemampuan membaca tanpa teks yaitu membaca dengan cara menceritakan gambar situasional yang tersedia. Pengembangan yang tepat pada membaca permulaan ini perlu sekali, biasanya yang paling cocok dan sesuai alarn anak yaitu membaca sambil bermain misalnya membaca menggunakan permainan kartu kata bergambar.
Menurrut La Barge dan Samuels proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu visual memory, phonological memory, dan semantic memory. Pada tingkat visual memory, huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat phonological memory terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata dan kalimat. Akhirnya pada tingkat semantic memory terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat.
Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan lambang-lambang tulis, penguasaan kosakata untuk member arti, dan memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca permulaan,pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan membaca.

B.     Tujuan Membaca Permulaan
Tujuan membaca permulaan tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada khususnya. Tujuan pengajaran membaca permulaan pada dasarnya adalah memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik dan benar.
Menurut Ritawati (1996:43) tujuan pengajaran membaca permulaan adalah “agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”.
Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan.

C.     Metode yang digunakan dalam pembelajaran Membaca Permulaan
1.      Metode Eja
Pembelajaran Membaca Permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan mengenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahapan ini , para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya :
·         b, a – ba (dibaca be.a – ba), d,u – du (dibaca de.u – du), ba-du dilafalkan badu
·         b, u, k, u menjadi b.u – bu (dibaca be.u – bu), k.u – ku (dibaca ka.u – ku)
2.      Metode Bunyi dan Abjad
Proses Pembelajaran Membaca Permulaan dengan metode bunyi hampir sama dengan metode eja, hanya saja perbedaannya terletak pada sistem pelafalan abjad atau huruf.

Misalnya :
·         b dilafalkan /beh/
·         d dilafalkan /deh/
·         c dilafalkan /ceh/
·         g dilafalkan /geh/
·         p dilafalkan /peh/ dan sebagainya.
Dengan demikian kata “nani” dieja menjadi :
En.a – na
En.i – ni – dibaca – na-ni

Metode abjad yaitu na,na-nana

Metode ini sebenarnya merupakan bagian dari metode eja. Prinsip dasar proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad. Perbedaannya hanya terletak pada cara atau sistem pembacaan (pelafalan) abjad. Beda antara metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad, sedangkan pada metode bunyi huruf diucapkan sebagai bunyi.

3.      Metode Suku Kata dan Metode Kata
Langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan dengan metode suku kata adalah:
a.       Tahap pertama, pengenalan suku-suku kata
Misalnya : ba, bi, be, bu, bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do
b.      Tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata
Misalnya : ba-bu ca-ci du-da ku-ku
c.       Tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kalimat sederhana
Misalnya : ka-ki ku-da, ba-ca bu-ku, cu-ci ka-ki
d.      Tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan (kalimat kata-kata – suku kata – kata).

4.      Metode Global
a.       Memperkenalkan gambar dan kalimat
b.      Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf-huruf.
Misalnya : ini mimi
i-n-i mi-mi
i-n-i m-i-m-i

5.      Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)
SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula.  Dalam hal ini Momo (1979) mengungkapkan beberapa cara, metode ini dibagi menjadi dua tahap, yakni : tanpa buku dan menggunakan buku.
a.       Tahap tanpa buku, dengan cara :
1)      Merekam bahasa siswa, bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan sebagai bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan bacaan adalah bahasa siswa sendiri maka siswa tidak mengalami kesulitan.
2)      Menampilkan gambar sambil bercerita. Dalam hal ini guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita seperti gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan bacaan.
Contoh : guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis sambil bercerita, misalnya : ini Adi, Adi sedang duduk dikursi.
3)      Membaca gambar
Contoh : guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat “ini ibu”. Siswa melanjutkan bacaan tersebut dengan bimbingan guru.
4)      Membaca gambar dengan kartu kalimat.
Setelah siswa dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat gambar dibawah. Untuk memudahkan pelaksanaan dapat digunakan media papan slip atau papan flanel, kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf, kartu gambar. Dengan menggunakan media seperti itu untuk menguraikan dan menggabungkan kembali akan lebih mudah.
5)      Membaca kalimat secara struktural (S).
Setelah siswa dapat membaca tulisan dibawah gambar, sedikit demi sedikit gambar dikurangi sehingga ahirnya mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. Dalam kegiatan ini yang digunakan kartu-kartu kalimat serta papan slip atau flanel. Dengan dihilangkan gambar maka yang dibaca siswa adalah kalimat.
Misalnya            : ini bola
ini bola Adi
6)      Proses Analitik (A).
Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat itu menjadi kat, kata menjadi suku, suku menjadihuruf.
Misalnya : ini bola
Ini                bola
I ni               bo        la
I       n          i           b          o          l           a



7)      Proses Sintetik (S).
Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat yang digunakan, huruf-huruf itu dirangkai lagi menjadi suku kata dan akta menjadi kalimat.
Misalnya : Ini                 bola
I ni               bo        la
I       n          i           b          o          l           a

b.      Tahap dengan buku, dengan cara :
1)      Membaca buku pelajaran
2)      Membaca majalah bergambar.
3)      Membaca bacaan yang disusun oleh guru dan sisw
4)      Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelompok.
5)      Membaca bacaan yang disusun siswa secara individual.

Kelemahan Metode SAS yaitu:
-          Kurang Praktis
-          Membutuhkan banyak waktu
-          Membutuhkan alat peraga

D.    Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Mengalami Kesulitan Membaca Permulaan
1.      Faktor Internal
a.       Minat baca
Minat merupakan kegiatan siswa dengan penuh kesadaran terhadap suatu objek, oleh karena itu minat perlu dikembangkan dan dilatih dengan pembiasaan- pembiasaan terus menerus. Jika minat baca anak rendah maka tingkat keberhasilan anak dalam membaca akan sulit tercapai. Minat baca anak harus ditumbuhkembangkan sejak dini. Dan untuk membangkitkan minat baca siswa, guru harus memberikan motivasi dan bimbingan pada diri siswa.
b.      Motivasi
Kegiatan pembelajaran akan berhasil dan tercapai tujuannya jika dalam diri siswa tertanam motivasi. Motivasi dalam proses pembelajaran berfungsi untuk: fungsi membangkitkan (arousal function) yaitu mengajak siswa belajar, fungsi harapan (expectasi function) yaitu apa yang harus bisa dilakukan setelah berakhirnya pengajaran, fungsi intensif (incentive function) yaitu memberikan hadiah pada prestasi yang akan datang, (4) fungsi disiplin (disciplinary function) yaitu menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol tingkah laku yang menyimpang (Abd. Rachman, 1993 : 115 dalam http://digilib.unnes.ac.id)
c.       Kepemilikan Kompetensi Membaca
Keterampilan berbahasa ada empat, yaitu : keterampilan membaca, berbicara, menyimak dan menulis. Keterampilan dalam membaca diperlukan latihan- latihan tahap demi tahap. Kegiatan membaca terkait dengan pengenalan huruf, bunyi dan huruf atau rangkaian kata, makna atau maksud dan pemahaman terhadap makna atau maksud. Jika kegiatan membaca tidak dilakukan secara teratur maka keterampilan membaca yang dimiliki anak akan berkurang dengan sendirinya.

2.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini meliputi unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Dalam hal ini sekolah sebagai pusat kebudayaan harus menciptakan siswa yang gemar membaca melalui perpustakaan sekolah. Sekolah harus dapat menciptakan suasana perpustakaan yang menyenangkan dan memberi kenyamanan siswa dalam belajar. Lingkungan baca sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan membaca anak. Lingkungan baca anak yang menyenangkan akan memberi kenyamanan bagi si pembaca dan mempermudah anak dalam membaca.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Membaca Permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik.
Untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan :
·         Lambang-lambang tulis,
·         Penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan
·         Memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Pembelajaran Membaca Permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Tujuan membaca permulaan juga dijelaskan dalam (Depdikbud, 1994:4) yaitu agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat”.
B.     Saran
Hasil penulisan ini diharapkan dapat membreikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu proses pembelajaran membaca. Dalam proses ini guru hendaknya dapat menerapkan metode SAS. Dengan tulisan ini pula kami mengharapkan agar pembaca lebih memahami  cara mengajarkan membaca permulaan yang benar dan mudah dipahami peserta didik. Selain itu juga agar para pembaca lebih memahami model pembelajaran membaca permulaan.

DAFTAR PUSTAKA

Nuryati, Sri. 2007. Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Permainan Bahasa di Kelas Awal Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar.
Purwanto, M. Ngalim dan Djeniah. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Rosda Jayaputra

Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.

PERKEMBANGAN KREATIFITAS & BAKAT KHUSUS ANAK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan  anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system yang berkembang sdemikian rupa perkembangan emosi, intelektual edan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Aspek-aspek perkembangan individu meliputi fisik, intelektual, social, emosi, bahasa moral dan agama. Perkembangan fisik meliputi pertumbuhan sebelum lahir dan pertumbuhan setelah lahir. Intelektual (kecerdasan) atau daya pikir merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Sosial, setiap individu selalu berinteraksi dengan lingkungan dan selalu memerlukan manusia lainnya. Emosi merupakan perasaan tertentu yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomonikasi dengan yang lain. Moralitas merupakan kemampuan untuk menerima dan melakukan peraturan, nillai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Agama merupakan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Untuk efisiensi waktu, maka penulis membatasi penulisan ini pada perkembangan kreativitas dan bakat khusus anak-anak. Didasari oleh kenyataan bahwa setiap anak memiliki kelemahan-kelemahan di dalam bidang tertentu dan sebaliknya mampu dibidang yang lain.
Kreativitas dan bakat pada diri anak perlu dipupuk dan dikembangkan. Karena dengan kreativitas dan bakat yang dimilikinya itu mereka dapat menjadi pribadi-pribadi yang kreatif. Sebagai pribadi yang kreatif ,kelak mereka bukan saja dapat meningkatkan kualitas pribadinya,tetapi juga dapat meningkatkan kualitas kehidupan bangsa dan negara.
Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang, yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat meningkatkan kreativitas, produktivitas, mutu, dan efisiensi kerja.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud dengan perkembangan kreatifitas anak?
2.      Bagaimana cara mengembangkan kreatifitas pada anak?
3.      Apa yang di maksud dengan perkembangan bakat khusus pada anak?
4.      Bagaimana cara mengembangkan bakat khusus pada anak?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERKEMBANGAN KREATIFITAS ANAK

1.      Pengertian Kreatifitas

Kreativitas merupakan sebuah konsep yang majemuk dan multi dimensional, sehingga sulit didefinisikan secara operasional. Definisi sederhana yang sering digunakan secara luas tentang kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Wujudnya adalah tindakan manusia.
Melaui proses kreatif yang berlangsung dalam benak orang atau sekelompok orang, produk-produk kreatif tercipta. Produk itu sendiri sangat beragam, mulai dari penemuan mekanis, proses kimia baru, solusi baru atau pernyataan baru mengenai sesuatu masalah dalam matematika dan ilmu pengetahuan, komposisi musik yang segar, puisi, cerita pendek atau novel yang menggugah yang belum pernah ditulis sebelumnya, lukisan dengan sudut pandang yang baru, seni patung atau fotografi yang belum ada sebelumnya, sampai dengan terobosan dalam aturan hukum, agama, pandangan filsafat, atau pola perilaku baru (Kuper & Kuper, 2000).
Dalam semua bentuk produk kreativ tersebut, selalu ada sifat dasar yang sama, yaitu keberadaannya yang baru atau belum pernah ada sebelumnya. Sifat baru itulah yang menandai produk, proses atau orang kreatif. Sifat baru itu memiliki ciri-ciri :
a)      Produk yang sifatnya baru sama sekali yang sebelumnya belum ada
b)      Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi beberapa produk yang sudah ada sebelumnya
c)      Suatu produk yang bersifat baru sebagai hasil pebaruan (inovasi) atau pengembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada (Nashori & Mucharam, 2002).
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda entah sifatnya masih imajiner (gagasan) atau sudah diekspresikan dalam bentuk suatu karya. Karya di sini tidak hanya bentuk suatu benda tapi dapat juga berupa berpaduan warna, detail.
Perhatian para psikolog dan kalangan dunia pendidikan terhadap kreativitas sebagai salah satu aspek dari fungsi kognitif yang berperan dalam prestasi anak di sekolah bermula dari pidato J.P Guilford tahun 1950 dalam pidatonya yang menegaskan bahwa kreativitas perlu dikembangkan melalui jalur pendidikan guna menggunakan potensi anak secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni.

2.      Hubungan kreatifitas dengan kecerdasan
Penelitian Utami Munandar (1977) terhadap siswa SD dan SMP,  menunjukkan bahwa kreativitas sama absahnya seperti intelegensi sebagai predictor dari prestasi sekolah. Jika efek intelegensi dieliminasi, hubungan antara kreativitas dan prestasi sekolah tetap substansial. Kombinasi dari intelegensi dan kreativitas akan semakin efektif sebagai prediktor prestasi sekolah daripada masing-masing ukuran sendiri (Munandar, 1999).
Menurut teori ambang inteligensia untuk kreativitas dari Anderson memaparkan bahwa sampai tingkat intelegensi tertentu, yang di perkirakan seputar IQ 120, ada hubungan yang erat antara inteligensia dengan kreativitas. Hal ini dapat dimengerti karena untuk menciptakan suatu produk kreativitas yang tinggi diperlukan tingkat inteligensia yang cukup tinggi pula. Lebih lanjutr Anderson mengatakan bahwa diatas ambang inteligensia itu tidak ada korelasi yang tinggi lagi antara inteligensia dan kreativitas.
Yang perlu kita ingat ialah kreativitas diperoleh dari pengetahuan atau pengalaman hidup. Pengetahuan yang selama ini diperoleh dari lingkungan dikumpulkan dan diintegrasikan kedalam suatu bentuk yang barudan orisinil. Dengan demikian kita dapat mengacu pada pendapat  Hurlock (1987) bahwa kreativitas tidak dapat berfungsi dalam keadaan vakum karena berasal dari apa yang telah diperoleh selama ini, dan hal ini juga tergantung pada kemampuan intelektual seseorang.

3.       Mengembangkan Kreatifitas Anak

Utami Munandar (1977) melalui penelitiannya di Indonesia, menyebutkan ciri-ciri kepribadian kreatif yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, yaitu :
1)      Mempunyai daya imajinasi yang kuat
2)      Mempunyai inisiatif
3)      Mempunyai minat yang luas
4)      Mempunyai kebabasan dalam berpikir
5)      Bersifat ingin tahu
6)      Selalu ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman baru
7)      Mempunyai kepercayaan diri yang kuat
8)      Penuh semangat
9)      Berani mengambil resiko
10)   Berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan
Pengembangan ciri-ciri yang berkepribadian kreatif demikian sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan keluarga dan sekolah. Pertanyaan yang sering muncul, terutama sehubungan dengan peranan sekolah dalam pengembangan kreativitas adalah, dapatkah guru mengajarkan kreativitas pada anak. Terhadap permasalahan ini, Amabile dengan model Titik Pertemuan Kreativitasnya, menjawab bahwa guru dapat melatih keterampilan bidang – pengetahuan dan keterampilan teknis dalam bidang khusus, seperti bahasa, matematika atau seni. Di samping itu, sampai batas-batas tertentu, guru juga dapat mengajarkan keterampilan kreatif – cara berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau teknik-teknik untuk memunculkan gagasan-gagasan orisinil.
Meskipun demikian, dalam kenyataannya guru tidak dapat mengajarkan kreativitas, melainkan ia hanya dapat memungkinkan munculnya kreativitas, memupuknya, dan merangsang pertumbuhannya. Untuk itu, Utami Munandar (1991) menyarankan beberapa falsafah mengajar yang perlu dikembangkan guru dalam mendorong kreativitas peserta didiknya yaitu :
1.      Belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan
2.      Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik
3.      Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membewa pengalaman, gagasn, minat dan bahan mereka di kelas. Mereka dimungkinkan untuk membicarakan bersama dengan guru mengenai tujuan belajar setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan bagaimana mencapainya
4.      Anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas, tanpa adanya tekanan dan ketegangan
5.      Anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebangsaan di dalam kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan belajar dan diperbolehkan membawa bahan-bahan dari rumah
6.      Guru hendaknya berperan sebagai narasumber, bukan polisi atau dewa. Anak harus menghormati guru, tetapi merasa nyaman dan aman bersama guru
7.      Anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka, baik dengan guru maupun dengan teman sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka, dan mereka berbagi tanggung jawab dalam mengaturnya.
8.      Kerja sama selalu lebih daripada kompetisi
9.      Pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.
Dalam peranannya memunculkan, memupuk serta merangsang perkebangan kreatifitas anak, anak harus dipandang sebagai pribadi otonom yang memiliki kelebihan dan kekurangan seperti orang dewasa. Guru tidak bolah mendikte anak untuk menjadi seperti apa yang dipikirkan guru tersebut atau menginjeksikan sesuatu yang berada di kepala orang dewasa kepada anak, tetapi dia menjadi fasilitator dan pendamping terhadap anak tersebut.
Sebagai fasilitator dan pendampin guru dan orang dewasa lainnya harus menghilangkan “polisi, hakim, jaksan, dll” dalam memberi penilaian kepada anak seperti “ini anak yang cerdas, ini anak yang baik, ini anak yang bodoh dan sebagainya”. Dengan begitu modal kreativitas anak yang dibawa sejak lahir atau mulai tumbuh tidak mati atau hilang karena “paksaan” orang diwasa. Dengan demikian diharapkan dapat memfasilitasi krativitas anak bukan malah mendikte.

4.      Teori kreatifitas
Ada beberapa teori yang melandasi pengembangan kreativitas. Terori tersebut dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1.      Teori Psikoanalisis
Pada teori ini pribadi kretif dipandang sebagai seorang yang pernah mengalami traumatis, yang dihadapi dengan memunculkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari bercampur menjadi pemecahan inovatif dari trauma.
Teori ini terdiri dari:
a.    Teori Freud
Freud menjelaskan proses kretif dari mekanisme pertahanan (defence mechanism). Freud percaya bahwa meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, salah satu mekanisme pertahanan yakni mekanisme sublimasi justru merupakan penyebab utama kreativitas karena kebutuhan seksual tidak dapat dipenuhi, maka terjadi sublimasi dan merupakan awal imajinasi.
b.    Teori Ernst Kris
Erns Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi seiring memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif menurut teori ini adalah mereka yang paling mampu “memanggil” bahan dari alam pikiran tidak sadar. Seorang yang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bias “seperti anak” dalam pemikirannya. Mereka dapat  mempertahankan  “sikap bermain” mengenai masala-masalah serius dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka m ampu malihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka melakukan regresi demi bertahannya ego (Regression in The Survive of The Ego)
c.       Teori Carl Jung
Carl Jung (1875-1967) percaya bahwa alam ketidaksadaran (ketidaksadaran kolektif) memainkan peranan yang amat penting dalam pemunculan kreativitas tingkat tinggi. Dari ketidaksadaran kolektif ini timbil penemuan, teori, seni dan karya-karya baru lainnya.



2.      Teori Humanistik
Teori Humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Teori Humanistik meliputi:
a.       Teori Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) berpendapat manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
·         Kebutuhan fisik/biologis
·         Kebutuhan akan rasa aman
·         Kebutuhan akan rasa dimiliki (sense of belonging) dan cinta
·         Kebutuhan akan penghagaan dan harga diri
·         Kebutuhan aktualisasi / perwujudan diri
·         Kebutuhan estetik
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mempunyai urutan hierarki. Keempat Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Kedua Kebutuhan berikutnya (aktualisasi diri dan estetik atau transendentasi) disebut kebutuhan “being”. Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas. Bila  bebas dari neurosis, orang yang mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang hakiki. Mereka mencapai “peak experience” saat mendapat kilasan ilham (flash of insight)

b.      Teori Rogers
Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi internal dari pribadi yang kreatif, yaitu:
1.       Keterbukaan terhadap pengalaman
2.       Kemampuan untuk menilai situasi patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)
3.       Kemampuan untuk bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep.
Apabila seseorang memiliki ketiga ciri ini maka kesehatan psikologis sangat baik. Orang tersebut diatas akan berfungsi sepenuhnya menghasilkan karya-karya kreatif, dan hidup secara kreatif. Ketiga cirri atau kondisi tersebut uga merupakan dorongan dari dalam (internal press) untuk kreasi.


3.      Teori Cziksentmihalyi
Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas adalah Predisposisi genetis (genetic predispotition). Contoh seorang yang system sensorisnya peka terhadap warna lebih mudah menjadi pelukis, peka terhadap nada lebih mudah menjadi pemusik.
a.        Minat pada usia dini pada ranah tertentu
Minat menyebabkan seseorang terlibat secara mendalam terhadap ranah tertentu, sehingga mencapai kemahiran dan keunggulan kreativitas.
b.       Akses terhadap suatu bidang
Adanya sarana dan prasarana serta adanya pembina/mentor dalam bidang yang diminati   sangat membantu pengembangan bakat.
c.        Access to a field
Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sejawat + tokoh-tokoh penting dalam bidang yang digeluti, memperoleh informasi yang terakhir, mendapatkan kesempatan bekerja sama dengan pakar-pakar dalam b idang yang diminati sangat penting untuk mendapatkan pengakuan + penghargaan dari orang-orang penting.  

Orang-orang kreatif ditandai adanya kemampuan mereka yang luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa yang perlu untuk mencapau tujuannya.

B.     PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS ANAK
Merupakan kenyataan yang berlaku dimana-mana bahwa manusia berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, antara lain dalam intelegensi, bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani, dan perilaku sosial. Ada kalanya seseorang lebih cekatan dalam satu bidang kegiatan dibandingkan dengan orang lain. Dalam bidang tertentu ia mungkin menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan orang lain.
Tidak dapat dipungkiri pula bahwa ada perbedaan antara individu satu dengan yang lain dalam tingkat kemampuan atau prestasi mereka dalam  seni, musik, mekanik, pidato, kepemimpinan dan  olahraga, serta bidang lainnya. Sejauh mana perbedaan itu dibawa sejak lahir atau hasil dari latihan atau pengalaman, akan merupakan topik yang menarik dan sangat penting.
Program pendidikan hendaknya dirancang tidak hanya memperhatikan kemampuan untuk belajar tetapi juga perlu mempertimbangkan kecakapan khusus atau bakat yang dimiliki siswa.
Secara umum bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada waktu yang akan dating. Dengan demikian sebetulnya setiap orang pasti memilik bakat dalam artian berpotensi dalam mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai kemapuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu. Dua anak bisa sama-sama mempunyai bakat melukis, tetapi yang satu lebih menonjol daripada yang lain bahkan saudara sekandung dalam satu keluarga bisa mempunyai bakat yang berbeda-beda. Anak yang satu mempunyai bakat untuk bekerja dengan angka-angka, anak yang lain dalam bidang olahraga, yang lainnya lagi berbakat menulis (mengarang).
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa setiap anak mempunyai bakat-bakat tertentu, hanya berbeda dalam jenis dan derajatnya. Yang dimaksud anak berbakat ialah mereka yang mempunyai bakat-bakat dalam derajat tinggi dan bakat-bakat yang unggul.
1.      Pengertian Bakat Khusus
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli berkenaan dengan bakat khusus ini. Menurut William B. Michael (Sumadi Suryabrata, 1991:168) bakat diartikan sebagai berikut :
“ An aptitude may be defined as a person’s capacity, or nypothetical potential, for acquisition of a certain more or less well defined pattern or behavior involved in the performance of a task respect to which the individual has llad little or no previous training. “
Michael meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu tugas, yang sedikit sekali atau tidak tergantung pada latihan sebelumnya.
Selanjutnya Bingham memberikan definisi bakat sebagai berikut :
“ An Aptitude . . . as a condition or set characteristics regarded as symptomatic of an individual’s ability to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce music, . . . etc. (Sumadi Suryabrata, 1991:168-169).
Dari definisi itu, Bingham menitik beratkan pada kondisi atau seperangkat sifat-sifat yang dianggap sebagai tanda kemampuan individu untuk menerima latihan, atau seperangkat respon seperti kemampuan berbahasa, musik, dan sebagainya.
Guilford (Sumadi S., 1991:169) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup 3 dimensi psikologis, yaitu :
a.       Dimensi Perseptual
Dimensi perseptual meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan ini meliputi faktor-faktor antara lain :
a)      Kepekaan indra
b)      Perhatian
c)      Orientasi waktu
d)     Luasnya daerah persepsi
e)      Kecepatan persepi, dan sebagainya
b.      Dimensi Psikomotor
Dimensi ini mencakup enam faktor, yaitu :
a)      Kekuatan
b)      Impuls
c)      Kecepatan gerak
d)     Ketelitian, yang terdiri atas dua macam, yaitu :
-          Faktor kecepatan statis, yang menitikberatkan pada posisi
-          Faktor kecepatan dinamis, yang menitikberatkan pada gerakan
e)      Koordinasi
f)       Keluwesan (flexibility)
c.       Dimensi Intelektual
Dimensi inilah yang umumnya mendapat sorotan luas, karena memang dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat luas. Dimensi ini meliputi lima faktor, yaitu :
1)      Faktor ingatan, yang mencakup faktor ingatan yaitu mengenai substansi, relasi, dan sistem
2)      Faktor ingatan, mengenai pengenalan terhadap keseluruhan informasi, golongan (kelas), hubungan-hubungan, bentuk atau struktur, dan kesimpulan.
3)      Faktor evaluatif, yang meliputi evaluasi mengenai identitas, relasi-relasi, sistem, dan penting tidaknya problem (kepekaan terhadap problem yang dihadapi)
4)      Faktor berpikir konvergen, yang meliputi faktor untuk menghasilkan nama-nama, hubungan-hubungan, sistem-sistem, transformasi, dan implikasi-implikasi yang unik.
5)      Faktor berpikir divergen, yang meliputi faktor :
a.       Untuk menghasilkan unit-unit, seperti : word fluency, ideational fluency.
b.      Untuk pengalihan kelas-kelas secara spontan
c.       Kelancaran dalam menghasilkan hubungan-hubungan
d.      Untuk menghasilkan sistem, seperti : expressional fluency
e.       Untuk transformasi divergen
f.       Untuk menyusun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka.
Dari ilustrasi di atas menunjukkan betapa rumitnya kualitas manusia yang disebut bakat.
Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan atau dilatih. Kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang, sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan di masa yang akan datang. Kapasitas sering digunakan sebagai sinonim untuk “kemampuan” dan biasanya diartikan sebagai kemampuan yang dapat dikembangkan sepenuhnya di masa mendatang apabila latihan dilakukan secara optimal. Dalam praktek, kapasitas seseorang jarang tercapai. Insting umumnya terdapat pada hewan, di mana dengan insting itu hewan dapat melakukan sesuatu tanpa latihan sebelumnya.
Jadi, bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga talent. (Conny Semiawan, dkk., 1987:2).
Pengertian bakat khusus atau talent di sini  dimaksudkan seseorang yang mempunyai kemampuan bawaan untuk bidang tertentu, misalnya bakat menggambar, sebagaimana dikemukakan oleh Webster (1957:1486), sebagai berikut :
“Talent implies a native ability for a specific pursuit and cannotes other that it is or can be cultivated by the one possessing it (a talent for drawing).”
Bakat memungkinkan seseorang untuk meencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud. Dalam kehidupan di sekolah sering tampak bahwa seseorang yang bakat dalam olahraga, umumnya prestasi mata pelajaran lainnya juga baik. Keunggulan dalam salah satu bidang apakah bidang sastra, matematika atau seni, mmerupakan hasil interaksi dari bakat yang dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan yang menunjang, termasuk minat dan dorongan pribadi.

2.      Jenis Jenis Bakat Khusus
Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Usaha pengenalan bakat mula-mula terjadi pada bidang pekerjaan, tetapi kemudian juga dalam bidang pendidikan. Dalam prakteknya hampir semua ahli yang menyusun tes untuk mengungkap bakat bertolak dari dasar pikiran analisis faktor, seperti yang dikemukakan oleh Guilford. Menurut Goilford, setiap aktivitas diperlukan berfungsinya faktor-faktor tersebut.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasar atas bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika, bakat bahasa, bakat olahraga, bakat seni, bakat music, bakat klerikal, bakat guru, bakat dokter dan sebagainya. Dengan demikian, macam bakat akan sangat bergantung pada konteks kebudayaan di mana seseorang individu hidup dan dibesarkan. Mungkin penamaan itu bersangkutan dengan bidang studi, mungkin pula dalam bidang kerja.
3.      Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Khusus Pada Anak
Kita hendaknya dapat membedakan antara anak berbakat yang sudah berhasil mewujudkan potensinya dalam prestasi yang unggul, misalnya prestasi sebagai pelukis atau pernah menjadi juara sayembara mengarang atau lomba seeni suara, dan mereka yang potensial berbakat tetapi karena sebab-sebab tertentu belum berhasil mewujudkan potensi mereka yang unggul.
Adapun sebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau seseorang tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya dibawah potensinya dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
a)      Anak itu sendiri
Misalnya anak itu tidak atau kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam pengembangan diri dan berprestasi sesuai dengan bakatnya.
b)      Lingkungan anak
Misalnya orang tuannya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang ia butuhkan atau ekonominya cukup tinggi tetapi kurang member perhatian terhadap pendidikan anak.

4.      Peranan Orang Dewasa Dalam Mengembangkan Bakat Khusus Anak
Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru memberi kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. karena itu pendidikan hendaknya berfungsi mengembangkan bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat skolastik.
Bakat anak dapat dikenali dengan observasi terhadap apa yang selalu di kerjakan anak, kesungguhan bakat anak bermanfaat bagi orang tua agar mereka dapat memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak.  Dengan mengenal ciri-ciri anak berbakat, orang tua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak. Mereka dapat membantu anak memahami dirinya agar tidak melihat bakat sebagai suatu beban tetapi sebagai suatu anugerah yang harus dihargai dan dikembangkan. Manfaat lain dari kemampuan orang tua untuk mengenal bakat anak ialah agar orang tua dapat membantu sekolah dalam prosedur pemanduan anak berbakat, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan tentang ciri-ciri dan keadaan anak mereka
Sekolah mengirim daftar/ciri-ciri perilaku kepada orang tua dengan penjelasan bahwa sekolah perlu mengetahui sifat-sifat siswa agar dapat merencanakan pengalaman yang sesuai baginya. Sebagai contoh, orang tua diminta member keterangan tentangg butir-butir berikut :
·         Hobi dan minat-minat anak yang khusus
·         Jenis buku yang disenangi
·         Masalah dan kebutuhan khusus
·         Prestasi unggul yang pernah dicapai
·         Pengalaman-pengalaman khusus
·         Kegiatan kelompok yang disenangi
·         Kegiatan mandiri yang disenangi
·         Sikap anak terhadap sekolah/guru
·         Cita-cita untuk masa depan
Adapun kondisi-kondisi lingkungan yang bersifat memupuk bakat anak adalah keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila :
a.       Pendidik dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta member kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.
b.      Pendidik mengusahakan suasana dimana anak tidak merasa “dinilai” oleh orang lain. Penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c.       Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan bakatnya.
Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila orang tua dan guru memberi kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaanny. Kecuali itu pendidikan hendaknya berfungsi mengembangkan bakat anak, jangan semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat skolastik.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda entah sifatnya masih imajiner (gagasan) atau sudah diekspresikan dalam bentuk suatu karya. Ada hubungan yang erat antara inteligensia dengan kreativitas. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa untuk menciptakan suatu produk kreativitas yang tinggi diperlukan tingkat inteligensia yang cukup tinggi pula. Kreativitas diperoleh dari pengetahuan atau pengalaman hidup.
Pengembangan kreatifitas sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan keluarga dan sekolah. Sebagai tenaga pendidik guru tidak dapat mengajarkan kreativitas, melainkan ia hanya dapat memungkinkan munculnya kreativitas, memupuknya, dan merangsang pertumbuhannya dengan berbagai metode dan cara tertentu. Guru tidak bolah mendikte anak untuk menjadi seperti apa yang dipikirkan guru tersebut atau menginjeksikan sesuatu yang berada di kepala orang dewasa kepada anak, tetapi dia menjadi fasilitator dan pendamping terhadap anak tersebut.
Bakat khusus atau talent adalah kemampuan bawaan seseorang pada bidang tertentu. Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungannya. Karna itu orang dewas perlu mengarahkan, mmbimbing dan memfasilitasi bakat khusus yang dimiliki anak dengan terlebih dahulu mengidentifikasi bakat yang dimiliki anak.
B.     Saran
Kreeatifitas dan bakat khusus seharusnya dikembangkan dengan maksimal agar anak bias berprestasi dalam segala bidang yang sesuai dengan kemampuannya. Karena itu orang tua dan guru harus dapat memfasilitasi anak agar kreatifitas dan bakat khusus anak dapat berkembang dengan baik dan maksimal.