KERAJAAN
ISLAM DI INDONESIA
1. KERAJAAN
PERLAK
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan perlak
Kesultanan
Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh
Timur, Aceh sekarang antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292. Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu
perlak, jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri Perlak.
Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang
maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain berasal dari Arab dan Persia. Hal ini membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini,
terutama sebagai akibat perkawinan
campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat. Efeknya adalah perkembangan Islam yang
pesat dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam Perlak sebagai kerajaan Islam
pertama di Indonesia.
Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh
Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak
sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan
keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan
dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100
orang dari Timur Tengah menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda
Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa sejumlah
da'i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu
kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama lama
mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong
memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa
salah seorang anak buah dari Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja'far
Shadiq dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir
Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi. Dari buah perkawinan mereka
lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi sultan
pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840. Ibu kotanya Perlak yang semula
bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk
perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.
2)
Aspek politik
Sultan
Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia
menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin kerajaan tetangga.
Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad
Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan Samudera
Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18,
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun
1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di
bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan
Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
3)
Aspek ekonomi
Kerajaan
Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu Perlak, yaitu kayu
yang berkualitas bagus untuk kapal. Posisi strategis dan hasil alam yang
melimpah membuat perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad
VIII hingga XII. Sehingga, perlak sering disinggahi oleh Jutaan kapal dari
arab, persia, gujarat, malaka, cina, serta dari seluruh kepulauan nusantara.
karena singgahannya kapal-kapal asing itulah masyarakat islam berkembang,
melalui perkawinan campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat.
Perlak
merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang
sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak
(kupang), dan dari tembaga atau kuningan.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus
menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini. Kedatangan mereka berpengaruh terhadap
kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu
masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada
awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.
Model pernikahan percampuran mulai terjadi di
daerah ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat pribumi dengan
masyarakat pendatang. Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan misi
Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya
itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk mengembangkan sayap
perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.
Paling tidak bukti-bukti peninggalan sejarah yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk mendukung dan membukti mengenai keberadaan Kerajaan perlak ada tiga
yakni ; mata uang perlak, stempel kerajaan dan makam raja-raja Benoa.
Mata Uang Perlak
Mata uang Perlak ini diyakini merupakan mata uang tertua yang diketemukan
di Nusantara. Ada tiga jenis mata uang yang ditemukan, yakni yang pertama
terbuat dari emas (dirham) yang kedua dari Perak (kupang) sedang yang ketiga
dari tembaga atau kuningan.
a)
Mata uang dari emas
(dirham)
Pada sebuah sisi uang tersebut tertulis ”al A’la” sedang pada sisi yang
lain tertulis ”Sulthan”. Dimungkinkan yang dimaksud dalam tulisan dari kedua
sisi mata uang itu adalah Putri Nurul A’la yang menjadi Perdana Menteri pada
masa Sulthan Makhdum Alaidin Ahmad Syah Jauhan Berdaulat yang memerintah Perlak
tahun 501-527 H (1108 – 1134 M).
b)
Mata uang perak (kupang)
Pada satu sisi mata uang Perak ini tertulis ”Dhuribat Mursyidam”, dan pada
sisi yang tertuliskan ”Syah Alam Barinsyah”. Kemungkinan yang dimaksud dalam
tulisan kedua sisi mata uang itu adalah Puteri Mahkota Sultan Makhdum Alaidin
Abdul Jalil Syah Jouhan Berdaulat, yang memerintah tahun 592 – 622 H (199 –
1225 M). Puteri mahkota ini memerintah Perlak karena ayahnya sakit. Ia
memerintah dibantu adiknya yang bernama Abdul Aziz Syah.
c)
Mata uang tembaga
(kuningan)
Bertuliskan huruf Arab tetapi belum dapat dibaca. Adanya mata uang yang
ditemukan ini menunjukkan bahwa Kerajaan Perlak merupakan sebuah kerajaan yang
telah maju.
Stempel kerajaan
Stempel kerajaan ini bertuliskan huruf Arab, model tulisan tenggelam yang
membentuk kalimat ”Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512”.
Kerajaan Negeri Bendahara adalah menjadi bagian dari Kerajaan Perlak.
Makam Raja Benoa
Bukti lain yang memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak adalah makam dari
salah raja Benoa di tepi Sungai Trenggulon. Batu nisan makan tersebut
bertuliskan huruf Arab. Berdasarkan penelitian Dr. Hassan Ambari, nisan makam
tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4 H atau abad ke-11 M. Berdasarkan catatan
Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, benoa adalah negara bagian dari
Kerajaan Perlak.
Bukti-bukti peninggalan sejarah yang diketemukan tersebut semakin
memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak, yang memiliki angka-angka tahunnya berdiri
lebih awal dibanding Kerajaan Samodra Pasai. Dengan demikian
pemikiran-pemikiran bahwa Kerajaan Perlak sebagai Kerajaan Islam pertama di
Nusantara dapat dipertanggung jawabkan, bukan sebuah kesimpulan yang
mengada-ada atau diada-adakan.
5)
Runtuhnya kerajaan
perlak
Pada
awal abad ke-13 di Ujung barat Sumatra berdiri kerajaan baru di bawah Sultan
Malik Al-Saleh, bernama Samudra Pasai. Sementara di malaka, seorang pangeran
asal Sri Wijaya membangun kerajaan baru bernama Malaka. Artinya situasi politik
saat itu sedang memanas. Untuk itu, Sultan Makhdum Alaiddin mallik Muhammad
Amin Syah II Johan Berdaulat (1230 – 1267) sebagai sultan ke 17 menjalankan
politik persahabatan. Jalanyang ia tempuh adalah dengan menikahkan dua orang
putrinya dengan para penguasa negeri tetangga. Putri ratna Kamala dinikahkannya
dengan raja kerajaan Malaka yaitu Sultan Muhammad Syah Parameswara, sementara
itu ganggang dinikahkan dengan raja kerajaan Samudra Pasai, malik Al-Saleh.
Meski
telah menjalankan politik damai dengan mengikat persaudaraan, ketegangan
politik itu rupanya tetap saja mengancam kedaulatan kesultanan Perlak. Perlak
goyah, Sultan makdum Aliddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292)
menjadi sultanyang terakhir. Setelah ia meninggal, perlak disatukan dengan
kerajaan Samudra Pasai di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Zahir,
putra Al-Saleh.
2. KERAJAAN
SAMUDERA PASAI
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan samudera pasai
Kerajaan
Samudera Pasai terletak di Aceh.Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada
tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah
ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini
terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di desa
Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di
antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja
Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk
Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang
29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari
Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Seorang
pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun
1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal
Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa
utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi
lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India
Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup
luas dengan kerajaan luar
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan
pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai
negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah
lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata
uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan
tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan
pusat perkembangan agama Islam.
2)
Aspek politik
dan pemerintahan
Pusat
pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye
(Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh
Utara. Menurut ibn Batuthah yang
menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan
ini tidak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah
memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak
beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta dilalui
oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya
besar namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.[6]
Sehingga penamaan Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar
kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam
struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun
perempuan digelari dengan Tun, begitu
juga beberapa petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan
bawahan, dan penguasanya juga bergelar sultan.
Pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan
Perlak telah menjadi bagian dari kedaulatan Pasai,
kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan Mansur di
Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah
menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir)
disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga
disebutkan memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan
ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh.
3)
Aspek ekonomi
Pasai
merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan Ma
Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan Kesultanan Pasai
mengeluarkan koin emas sebagai
alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang ini disebut deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60
gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sementara
masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta
memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan
lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun
dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha juga turut
mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires,[7] telah
membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan
Malaka, seperti bahasa, maupun
tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan
ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat
oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana
diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Pasai merupakan kerajaan besar, pusat
perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan
ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik.
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh
agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara
karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini
diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan
sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan
oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu
tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu
adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari
Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah
dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di
Asia Tenggara pada masa itu.
5)
Runtuhnya
kerajaan samudera pasai
Menjelang
masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di
Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin[8] menceritakan
Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam
pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah
ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
3. KERAJAAN
ACEH
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan aceh
Aceh
semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh
ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka beralih
ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan cepat
dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan merdeka.
Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M).
2)
Aspek politik
Aceh
cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai
berikut:
a.
Letak Ibu kota
Aceh yang sangat strategis.
b.
Pelabuhan Aceh
( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
c.
Daerah Aceh
kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
Sultan Ali Mughayat Syah merupakan Raja pertama di Aceh sekaligus
beliau merupakan pendiri Kerajaan Aceh. Setelah beliau mangkat, raja
selanjutnya adalah Sultan Ibrahim. Dalam pemerintahannya beliau berhasil
menaklukkan Pedir. Raja berikutnya adalah Iskandar Muda. Pada masa pemerintahan
beliau, Aceh mencapai puncak kejayaan dan menjadi sumber komoditas lada dan
emas. Beliau mangkat pada tahun 1636 M dan digantikan oleh menantunya Iskandar
Thani yang tidak memiliki kecakapan. Dalam pemerintahannya, Kerajaan Aceh
terus-menerus mengalami kemunduran.
3)
Aspek ekonomi
Bidang
perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah Sultan Ibrahim
dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin bertambah makmur
dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Dengan kekayaan melimpah, Aceh
mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat.
Dengan demikian, kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena
sering berhubungan dengan bangsa lain. Contohnya, yaitu tersusunnya hukum adat
yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum
Adat Makuta Alam.
Dengan hukum adat Makuta Alam itulah, sehingga tata kehidupan dan
segala aktivitas masyarakat Aceh didasarkan pada aturan Islam. Dengan
demikian, keadaan Aceh seolah-olah identik dengan Mekah, Arab Saudi. Atas dasar
itulah, Aceh mendapat julukan Serambi Mekah.
5)
Runtuhnya
kerajaan aceh
Kemunduran
Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun
1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin
menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai
dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta
Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah
adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada
Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara
Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga
berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada
akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat
Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas
"Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan
kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat
London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk
menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia.
Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh
dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun
1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun
1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di
ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik
indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada
pemimpin Aceh Tengku Muhammad
Daud Beureueh saat itu.
4. KERAJAAN
DEMAK
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di
Pulau Jawa. Demak sebelumnya merupakan daerah vasal atau bawahan dari
Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja
Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah,
Raden Patah memisahkan diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan
dukungan dari para bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan
gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat.
Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang,
Jambi, Banjar, dan Maluku.
2)
Aspek politik
atau pemerintahannya
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden
Patah mangkat dan digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan
Pati Unus, Demak dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya,
Pati Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis
tidak masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh
adiknya Trenggana. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha
besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan
Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta
pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang tinggi,
Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon.
Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk kepada pemerintahan
Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak terus
bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta
Madura. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan
politik dengan Bupati Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana
dengan Putra Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun
1546 M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik
yang hebat di Demak. Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli
waris Demak juga saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah
kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.
3)
Aspek
ekonominya
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting
karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan
makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang
diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak
telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan
kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan
berdirinya Masjid Agung Demak yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung
tersebut merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
5)
Runtuhnya
kerajaan demak
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena
pembalasan dendam yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan
Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria
Penansang sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh
suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka
berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah
Aria Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat
itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.
5. KERAJAAN
BANTEN
1)
Latar belakang
bedirinya kerajaan banten
Semula Banten
menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi
pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka
yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan
pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan
Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar.
Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
2)
Aspek politik
atau pemerintahannya
Raja Banten
pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh
putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah
kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat
ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak
saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada masa
pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan. Keadaan Banten
aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya diperhatikan, seperti dengan
dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang pertanian juga diperhatikan dengan
membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana
Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat, terjadilah perang saudara
untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa itu, putra Sultan
Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia sembilan tahun diangkat
menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung
tahun 1508-1605 M. Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak
didampingi oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat,
Banten mengalami kemunduran.
3)
Aspek ekonomi
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan
pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang
Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi
oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di
lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
5)
Runtuhnya
kerajaan banten
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal
saat mangkatnya Raja Besar Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar
terjadilah perang saudara di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan
pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi
peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti Maulana
Yusuf.
6. KERAJAAN
MATARAM
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan mataram
Pada waktu
Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik
menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu
menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak
angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575
M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati,
Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh
Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan
Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara
para Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran
Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran
Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang
kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568 M. Sejak
saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
2)
Aspek politik
atau pemerintahan
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi
rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus
yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan
merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan bupati-bupati yang
menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan kekuasaannya
mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah
Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang,
lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak, seperti
Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung
mempersiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta
penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada
tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten,
Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung
mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami
kegagalan.
3)
Aspek ekonomi
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari
Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya
dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan
tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang
mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus
perdagangan Kerajaan Mataram.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Kehidupan
masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam
tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan
Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti
oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib,
naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang
pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan
pengadilan istana.
Untuk
menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan
anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
Kebudayaan yang
berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan
sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping itu, perkembangan di bidang
kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra
Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa
yang disebut Hukum Surya Alam.
5)
Runtuhnya
kerajaan mataram
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan
Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah
kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat
dikerahkan untuk berperang.
7. KERAJAAN
BANJAR
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan banjar
Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24 September
1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir
24 Januari 1905) adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Ketika ibukotanya masih di
Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan
Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan
ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
2)
Aspek politik
Sebelum
Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu diambil silih
berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali
tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi
(jabatan tertinggi setelah raja) diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai
jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja dapat menjadi Adipati (raja kecil di
daerah kekuasaan/taklukan) tetapi mereka tetap di bawah Mangkubumi. Kaum
bangsawan yang bergelar Pangeran dan Raden boleh selalu ikut serta dalam sidang
membicarakan masalah negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi
rakyat. Mangkubumi dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian
berkembang pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang
sama hanya berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara resmi
adalah Yang Mulia Paduka Seri Sultan. Calon pengganti Sultan disebut Pangeran
Mahkota, pada masa pemerintahan Sultan Adam disebut Sultan Muda.
3)
Aspek ekonomi
Berkembang
pesat dalam perdagangan lada hitam yang mempunyai ekonomi tinggi di pasaran
internasional.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Islam
kemudian berkembang dengan pesat dibawah pemerintahan Sultan Suriansyah,
perkembangan ini meliputi struktur organisasi pemerintahan, sosial budaya dan
penyebaran pengaruh agama Islam ke wilayah kekuasaan Kerajaan Banjarmasin.
Perkembangnya yang sama juga terjadi pada masa Sultan Tahmidullah II dengan
berdirinya tempat pendidikan pengajian pertama. Mengenai bukti-bukti
berkembangnya Islam di Kerajaan Banjarmasin dapat di lihat dari
peninggalan-peninggalan sejarah antara makam raja-raja Banjarmasin, peninggalan
seni budaya seperti seni sastra dan seni arsitektur rumah adat Banjar yang dipengaruhi oleh unsur-unsur Islam.
5)
Runtuhnya
kerajaan banjar
Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman
oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke
tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan
pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan "haram manyarah waja
sampai kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan
Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti
menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk
mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah bukti
sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya.
8. KERAJAAN
GOWA-TALLO
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan gowa-tallo
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu
kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir
barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di
bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang
paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang
dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki
sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu
orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah
dilakukannya pada abad ke-17.
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan
komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang
kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data,
Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai
maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa.
Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana
Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului
datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk
persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan
Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu
kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar
sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan
sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan
memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran
(perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para
pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari
Indonesia bagian Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar
berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan
Nusantara.
2)
Aspek politik
Penyebaran
Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang dari Sumatera,
sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan
raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar
yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang
bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu
oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan
maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said (1639 –
1653).
Selanjutnya
kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta
daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan
daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
3)
Aspek ekonomi
Seperti yang
telah Anda ketahui bahwa kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan
berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini
ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan
yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511
yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat
perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak
disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan
sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan
perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’
ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE (ket : artinya apa), sehingga dengan adanya
hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami
perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan
kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di
bagian Timur Sulawesi Selatan.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Sebagai negara
Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang.
Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang
dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Sejak Gowa
Tallo sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan dengan
Ternate yang sudah menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate yakni Baabullah
mengajak raja Gowa Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru pada masa Raja
Datu Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa Tallo agama Islam mulai masuk ke
kerajaan ini. Setahun kemudian hampir seluruh penduduk Gowa Tallo memeluk
Islam. Mubaligh yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul Qodir Khotib
Tunggal yang berasal dari Minangkabau.
Raja Gowa Tallo
sangat besar perannya dalam menyebarkan Islam, sehingga bukan rakyat saja yang
memeluk Islam tapi kerajaan-kerajaan disekitarnya juga menerima Islam, seperti
Luwu, Wajo, Soppeg, dan Bone. Wajo menerima Islam tahun 1610 M. Raja Bone
pertama yang menerima Islam bergelar Sultan Adam. Walaupun masyarakat Makasar
memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi
dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap
sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama
Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap
norma-norma tersebut.
Di samping
norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri
dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut
dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka”
dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan
“Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar
banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran.
Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang
Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan
kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
5)
Runtuhnya
kerajaan gowa-tallo
Daerah
kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada
dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya
kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara
Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan
tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam
peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk
mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba
antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu
Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu
dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat
persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar.
Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan
menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan
kerajaan Makasar.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi
perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari
Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan
melawan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai
sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
9. KERAJAAN
TERNATE-TIDORE
A.
Kerajaan
Ternate
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan ternate
Pada
abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate
terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain
Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo,
Tidore,
Bacan,
dan Obi.
Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan
Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang
asing.
2)
Aspek politik
dan pemerintahan
Raja
Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa
pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau
di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah
hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut
dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan
Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa
pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya.
Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua,
dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
3)
Aspek ekonomi
Perdagangan
dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah
menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate
menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah.
Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan
Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Sebagai
kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat
Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu
dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De
Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat
sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari
kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
5)
Runtuhnya
kerajaan ternate
Kemunduran
Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang
dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan
Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol,
mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang
dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
B.
Kerajaan Tidore
1)
Latar belakang
berdirinya kerajaan tidore
Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan
Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama
adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun
1471 M, agama Islam masuk di
kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan.
Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh
Mansur dari Arab.
2)
Aspek politik dan pemerintahan
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan
Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris.
Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris
tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang
cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas,
meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat
menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
3)
Aspek ekonomi
Kerajaan Tidore terkenal dengan
rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah,
kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang
datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
4)
Aspek sosial
dan budaya
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat
Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu
dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari
Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci
Al-Qur’an.
5)
Runtuhnya kerajaan tidore
Kemunduran
Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang
dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk
memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan
Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol,
mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang
dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol
dalam bentuk organisasi yang kuat.
izin copas ya hehe makasih
BalasHapushehehe makasih ya, materinya sangat membantu ;)
BalasHapusMakasih untuk materinya, terkejut melihat sampulnya EXO ma bias
BalasHapuskerajan islam di sumatra
BalasHapusTHX for information :)
BalasHapus