Pengertian Etos Kerja Guru
Etos
berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki
oleh individu, tetapi oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh
berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya.
Dari
kata Etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada
pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral),
sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat
untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan berupaya untuk
mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam
etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan
menghindari segala kerusakan (fasad), sehingga setiap pekerjaannya diarahkan
untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaanya
(no single defect).
Dan dari literatur lain juga disebutkan
bahwa etos berarti ciri, sifat atau kebiasaan, adat istiadat, atau juga
kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang, suatu
golongan atau suatu bangsa (Mochtar Buchori, 1994). Dari kata etos terambil
pula kata etika dan etis yang mengacu kepada akhlak atau bersifat akhlaki,
yakni kualitas esensial seseorang atau kelompok, termasuk suatu bangsa
(Muhaimin, 1998).
Jadi
etos kerja guru dapat berarti ciri-ciri atau sifat (karakteristik) mengenai
cara bekerja, yang sekaligus mengandung makna kualitas esensialnya, sikap dan kebiasaanya
serta pandangannya terhadap kerja yang dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan
dan mengembangkan kegiatan pendidikan disekolahan dan menurut Toto Tasmara,
bahwa etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, menyakini, dan memberikan makna pada sesuatu, yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high
performance).
Sedangkan
etos kerja dalam pandangan islam menyebutkan bahwa etos kerja muslim dapat
didefinisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat
mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan
kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh yang
mempunyai nilai ibadah yangsangat luhur, sebagaimana dalam Q.S Al kahfi: 110
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ×|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqã ¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_öt uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ wur õ8Îô³ç Íoy$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ
“Barangsiapa
mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah dengan sesuatu
apapun”. (Al Kahfi: 110)
Dari
Ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, Islam adalah agama amal
atau kerja (praksis), inti ajarannya adalah bahwa seorang hamba itu dekat dan
memperoleh ridho dari Allah melalui bekerja atau amal salehnya dan dengan
memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya. Hal ini juga mengandung makna
bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan orientasi kerja (achievement
orientation), sebagaimana juga dinyatakan dalam ungkapan bahwa “penghargaan
dalam islam berdasarkan amal” (Nurcholis Madjid, 1995) .
Tinggi
atau rendahnya derajat taqwa seseorang juga sangat ditentukan oleh prestasi
kerja atau kualitas amal saleh sebagai aktualisasi dari potensi imannya. Oleh
karena itu nilai- nilai mendasar yang terkandung dalam ajaran islam tersebut
hendaknya menjadi pandangan hidup muslim yang seharusnya lebih menghargai dan
concern terhadap kualitas proses dan produk kerja ketimbang bersikap dan
bekerja apa adanya untuk sekedar melaksanakan tugas dan kewajiban yang bersifat
rutinitas. Dan nilai-nilai tersebut sekaligus menjadi kekuatan (pedorong) serta
sumber inspirasi bagi umat islam pada umumnnya dan para pendidik khususnya
dalam upaya peningkatan dan pengembangan kualitas pendidikan di sekolahan.
ETOS KERJA GURU
1.
Pengertian Etos Kerja
“Etos” dari sudut pandang bahasa berasal dari bahasa
Yunani “ethos” yang bermakna watak atau karakter. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1993:271) makna lengkap “etos” adalah “karakteristik, sikap,
kebiasaan, kepercayaan, dan seterusnya, yang bersifat khusus tentang individu
atau sekelompok manusia”. Dalam Webster’s News World Dictionary of the American
Languange (1980) dikemukakan istilah “etos” berhubungan dengan “etika”, “etis”,
yakni “kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok atau organisasi.”
Sedangkan (Echols dan Shadily 1994;219) mengartikan “etos” sebagai jiwa khas
suatu kelompok manusia. Berdasarkan jiwa yang khas itulah berkembang pandangan
seseorang individu atau kelompok (organisasi) tentang sesuatu yang baik dan
sesuatu yang buruk.
Etos kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1993:271) diartikan sebagai “semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau sesuatu kelompok”. Dalam pengertian seperti inilah,
maka negara industri baru (INC = Newly Industrializing Countries) seputas
Indonesia, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapore, seringkali
disebut sebagai “Little Dragong” (naga-naga kecil). Maksudnya, NIC adalah
negara konfusionis, yaitu penganut ajaran Kong Hu Cu, dengan naga sebagai
binatang mitologis dalam sistem kepercayaan mereka. Dengan ungkapan lain,
sebutan itu menunjukkan anggapan bahwa NIC menjadi maju adalah berkat ajaran
atau etika Kong Hu Cu. Dengan begitu, maka untuk kemajuan negara-negara
tersebut ; Kreditan, pujian, dan penghargaan diberikan kepada ajaran-ajaran
Kong Hu Cu, dengan pandangan yang hampir memastikanbahwa negara-negara itu maju
karena ajaran filsuf Cina itu. Selanjutnya kesimpulanpun dibuat bahwa etika
Kong Hu Cu memang relevan, bahwa begitu mendukung bagi usaha-usaha modernisasi
dan pembangunan bangsa industrial (Tu Wei-Ming 1984:20). Disisi lain ternyata
etos kerja sangat sarat dengan persoalan sikap yang ada pada seseorang dalam
melakukan kerjanya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Myrdal (dalam Soebagio
Atmowirio, 2000:214) bahwa etos kerja adalah sikap kehendak seseorang yang
diekspresikan lewat semangat yang didalamnya termuat tekanan-tekanan moral dan
nilai-nilai tertentu. Myrdal lebih jauh mengemukakan pula bahwa etos kerja
merupakan sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moralnya :
a) kerja
keras
b) efisiensi
c) kerajinan
d) tepat
waktu
e) prestasi
f) energetic
g) kerja
sama
h) jujur
i)
loyal
Etos kerja yang jelas menggambarkan hal-hal yang
bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang dituntut agar dikembangkan.
Tindak lanjut dari etos kerja ini yaitu meningkatnya kualitas kerja para guru
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam setiap semester maupun
periode tahunan.
Berdasarkan batasan diatas, etos kerja guru dapat
dijadikan sebagai suatu pokok pikiran utama dalam dunia pendidikan yang ada di
Indonesia, dimana etos kerja guru tersebut dalam suatu organisasi sekolah
mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas proses
pelaksanaan tugas pembelajaran disatuan pendidikan sekolah. Dengan demikian,
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa
Indonesia dapat mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya
dikawasan Asia khususnya dan dunia pada umumnya.
Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan
keberhasilan usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah
tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis dalam suatu organisasi
sekolah yang didalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk keputusan para
guru itu sendiri. Mengenai etos kerja ini, Soebagio Atmowirio (2000:232)
mengemukakan bahwa “etos kerja merupakan pandangan dan sikap seseorang dalam
menilai apa arti kerja sebagai bagian dari hidup dalam rangka meningkatkan kehidupannya”.
Selanjutnya Soebagio Admowirio (2000:233) secara lebih spesifik menjelaskan
pengertian etos kerja sebagai berikut : “Etos kerja adalah landasan untuk
meningkatkan prestasi kerja/kinerja setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Mengacu
pada batasan tersebut, maka etos kerja guru dalam menjalankan tugasnya
disekolah. Dalam hal ini etos kerja guru dipandang dari segi pelaksanaan
tugas-tugas profesionalisme.
2. Etos
Kerja Guru
Dalam upaya meningkatkan etos kerja guru, menurut
Wahjosumidjo (1999:92), bahwa “kepala sekolah adalah seorang yang dapat
menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah”. Jika kepala sekolah cakap maka
tentunya akan besar perhatiannya pada etos kerja baik yang menyangkut guru
maupun peserta didik sejak masuk sekolah sampai dengan kembali kerumah
masing-masing. Kepala sekolah juga berpikir dan berusaha bagaimana guru merasa
nyaman di sekolah, senang dalam bekerja dan memperoleh kesejahteraan yang
memadai.
Sejalan dengan itu Sergiovanni (1987:269),
menyebutkan: “School Improvement
requires a strong commitment from the principle”. Pernyataan tersebut
memberikan pengertian bahwa perbaikan sekolah itu sesungguhnya berada pada komitmen
kuat kepala sekolah. Oleh sebab itu kepala sekolah juga di tuntut untuk
memiliki kemampuan, terampil, cerdas untuk mewujudkan iklim kerja yang sehat, sehingga akan tercipta etos kerja
pada guru di sekolah. Jika iklim suatu organisasi dapat merangsang iklim kerja,
tersedia sarana dan prasarana yang memadai bagi para guru dan peserta didik,
maka iklim kerja yang demikian akan memberikan sumbangan yang besar bagi
peningkatan etos kerja guru.
Disamping itu, guru sangat memegang peranan penting
dalam pencapaian tujuan pendidikan. Terbukti bahwa peran dan fungsi guru di
dalam proses belajar mengajar masih sangat dominan. Dengan demikian agar tujuan
pendidikan dapat berhasil baik dan optimal sangat tergantung pada peran guru.
Dalam meningkatkan etos kerja, guru senantiasa
diperhadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya. Jika hal ini
dapat dipenuhi maka keberhasilan lebih cepat diperoleh, yaitu mampu melahirkan
peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter sosial dan profesional
sebagaimana yang menjadi tujuan pokok
pendidikan itu sendiri. Menurut Thoifuri (2007:3-4), bahwa karakter pribadi dan
sosial bagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:
1) Guru
hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas.
2) Guru
harus selalu meningkatkan keilmuannya.
3) Guru
meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar dan bermanfaat.
4) Guru
hendaknya berpikir obyektif dalam menghadapi masalah.
5) Guru
hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan loyalitas.
6) Guru
harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kepribadian moral.
7) Guru
harus mampu merubah sikap siswa yang berwatak manusiawi.
8) Guru
harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih dan pujian.
9) Guru
harus mampu mengatualisasikan materi yang disampaikan.
10) Guru
hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan iptek.
Karakter guru tersebut di atas merupakan ciri
kehidupan seorang guru yang amat fundamental dan dengan keprofesionalan guru
itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi dan demokratisasi pemikiran yang akan
mengarah kepada kreaktivitas yang konstruktif
dalam menciptakan etos kerja di
masa kini dan masa yang akan datang. Untuk mewujudkan semua itu tentunya
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.
Pada tataran implementasi etos kerja guru dapat
terlihat dalam kegiatan guru pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar,
itulah sebabnya untuk mengukur efektifitas etos kerja guru perlu
mengkomparasikan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah yang cakap
tentunya akan menaruh perhatian pada etos kerja bawahannya.
Salah satu teori berkaitan dengan peningkatan etos
kerja sebagaimana yang dikemukan oleh Mitchel,T.R dan Larson (1987:343) bahwa
indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja guru meliputi :
a) kemampuan
b) prakarsa/inisiatif
c) ketepatan
waktu
d) kualitas
hasil kerja
e) komunikasi.
A. Kemampuan
Guru
Broke
dan Stoine (dalam Wijaya & Rusyan 1992:7-8), menjelaskan bahwa kemampuan merupakan
gambaran hakikat kualitatif dari
perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti.
Sedangkan Robins,1998:46 (dalam Sitio 2006),
mendefinisikan kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai
tugas dalam suatu pekerjaan.
Charles
E. Jhonsons et al (1974:3) (dalam Wijaya dan A. Tabrani Rusyan 1992:8),
mendefinisikan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai
tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Kemampuan
merupakan salah satu hal yang harus dimiliki dalam jenjang apapun karena
kemampuan memiliki kepentingan tersendiri dan sangat penting untuk dimiliki
oleh guru. Berhasil tidaknya pendidikan pada sebuah sekolah salah satu
komponennya ialah guru itu sendiri.
B. Inisiatif
Guru
Menurut
kamus Bahasa Besar Indonesia inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide
baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sektor kreatifitas
daya pikir manusia, untuk merencanakan idea atau buah pikiran menjadi konsep
yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.
Manusia
yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap segala perkembangan
yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun dan meneliti, manusia yang
inisiatif juga dapat memanfaatkan setiap peluang di setiap pergantian waktu,
dan menjadikannya sebagai kreasi yang berarti.
Keistimewaan
dari inisiatif ini sendiri yaitu mampu mencermati kreasi Tuhan, selanjutnya menjadikan
bahan renungan atau kreatifitas berpikir dalam semua waktu dan tempat, kemudian
membuat kreasi baru (karya baru) atau berinisiatif memproduksi semua potensi
menjadi berdaya guna.
C. Ketepatan
Waktu Kerja
Kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri, sebelum masuk dalam sebuah organisasi pendidikan
seorang guru tentu mempunyai aturan, nilai dan norma sendiri, yang merupakan
proses sosialisasi dari keluarga atau masyarakatnya. Seringkali terjadi aturan,
nilai dan norma diri yang tidak sesuai dengan aturan-aturan sekolah yang ada.
Hal ini menimbulkan konflik sehingga orang mudah tegang, marah, atau
tersinggung apabila orang terlalu menjunjung tinggi salah satu aturannya.
Misalnya, seorang guru yang selalu tepat waktu mengajar sementara itu iklim di
sekolah kurang menjunjung tinggi nilai-nilai penghargaan terhadap waktu. Jika
guru tersebut memegang teguh prinsip-prinsipnya sendiri, ia akan tersisih dari
teman sekerjanya. Demikian sebaliknya, jika ikut arus maka ia akan mengalami
stres, oleh karenanya ia harus menyesuaikan diri; tidak ikut arus, tetapi juga
tidak kaku. Ia jika perlu mempelopori kepatuhan terhadap waktu kepada teman
sejawatnya.
Ketepatan
waktu dalam melaksanakan tugas diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok
yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam
kaitannya dengan pekerjaan, pengertian ketepatan waktu atau disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah
laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi. Niat
untuk mentaati peraturan menurut Suryohadiprojo (1989:65) merupakan suatu
kesadaran bahwa tanpa didasari unsur ketaatan, tujuan organisasi tidak akan
tercapai. Hal itu berarti bahwa sikap
dan perilaku di dorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya,sikap dan
perilaku untuk mentaati peraturan organisasi muncul dari dalam dirinya. Niat
juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja
ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati
peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak
semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga
mempunyai kehendak (niat).
D. Kualitas
Hasil Kerja Guru
Pengertian
kualitas hasil kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris
disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih
menggambarkan pada “kualitas” atau “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata
“achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang
berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi
“pencapaian” atau “apa yang dicapai”. (Ruky, 2001:15). Menurut Hasibuan (1990), prestasi kerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan,
serta waktu.
Dari
definisi diatas dapat dipahami bahwa kualitas kerja lebih menekankan pada hasil
atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada sekolah atau
standar pencapaian hasil akhir dari guru-guru yang ada di sekolah dalam memnuhi
kebutuhan dari peserta didik. Untuk meningkatkatkan kualitas hasil kerja
tentunya dipengaruhi oleh faktor organisasional (sekolah) dan factor personal.
Faktor
organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja,
nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai
faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem
imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus,
ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting
adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat
memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.
Sementara
faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait),
senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan
bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga
penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja.
Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi
biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut
dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik,
sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin
besar.
Di
samping itu juga prestasi kerja seseorang tergantung juga dari kesempatan, kapasitas, dan kemauan untuk
melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan,
inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan
tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status
pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas
karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri,
kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan.
Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan
rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur
organisasi, informasi, waktu, serta gaji yang didapatkan.
E. Komunikasi
Guru
Komunikasi
merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah dipahami
sebab komunikasi yang tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap
kehidupan organisasi, misalnya konflik antar guru, dan sebaliknya komunikasi
yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan
kerja. Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai
tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka
komunikasi yang terbuka harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian
masing-masing pegawai dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang
masing-masing. Guru-guru yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan
mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat
kinerjanya menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam
menunjang kelancaran aktivitas pegawai di sekolah. Adapun komunikasi yang di
bangun di sekolah ini antara lain:
a. Komunikasi
ke bawah (downward communication) atau komunikasi kepala sekolah dengan para
guru dan staf tata usaha.
Yaitu
komunikasi yang datang dari kepala sekolah SMP Negeri 5 Bitung kepada seluruh
warga sekolah dan bersifat intern. Seperti instruksi tugas, rasionalisasi
pekerjaan, informasi, idiologi, dan balikan.
b. Komunikasi
keatas (upward communication) atau komunikasi guru dan karyawan kepada kepala
sekolah.
Adalah
arus komunikasi yang bergerak dari bawah keatas. Pesan yang disampaikan antara
lain laporan pelaksanaan pekerjaan, keluhan guru, sikap dan perasaan guru
tentang kendala yang dihadapi pada proses kegiatan belajar mengajar, pengembangan
media pembelajaran, informasi tentang pembagian jadwal mengajar dan hasil yang
dicapai oleh siswa, dll.
c. Komunikasi
Horisontal (horizontal comunication)
Komunikasi
yang di bangun di antara para guru-guru mata pelajaran, guru kelas dalam
rangka kerja yang sama demi untuk
meningkatkan hasil belajar siswa serta kemajuan sekolah.
3. Fungsi
dan Manfaat Etos Kerja Guru
Pada umumnya berbicara etos kerja sangat terkait
dengan peningkatan kualitas kerja seseorang dalam suatu kekuatan. Itulah
sebabnya, menurut Soebagio Atmowirio sebagaimana dikemukakan diatas mengatakan
bahwa etos kerja itu merupakan landasan untuk meningkatkan unjuk kerja guru.
Etos kerja dengan demikian berfungsi secara fundamental sebagai landasan
pencapaian unjuk kerja yang tinggi.
Dalam hal etos kerja ini, Triguno (2002:9)
menyatakan bahwa “program peningkatan etos (budaya) kerja memiliki arti yang
sangat fundamental bagi setiap organisasi, karena akan merubah sikap dan
perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja atau unjuk
kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan”. Lanjut Triguno,
manfaat yang didapat dari membudayanya etos kerja antara lain sebagai berikut:
menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan
komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan,
menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan
perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial,
ekonomi, dan lain-lain), mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang
salah dan palsu. Selain manfaat diatas, etos kerja yang tinggi pada dasarnya
akan menjadikan tingkat efesiensi dalam melakukan pekerjaan tinggi, kerajinan
meningkat atau tingkat absensi kurang, sikap tepat waktu atau disiplin,
bersedia untuk melakukan perubahan atau fleksibel, kegesitan dalam
mempergunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, siap bekerja, dan sikap
bekerjasama.
Hal diatas senada dengan Triguno (2002:9) yang
menyatakan bahwa terciptanya etos kerja yang tinggi yang disebutnya sebagai
budaya kerja akan meningkatkan kepuasan kerja, pergaulan yang lebih akrab,
disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang
(efisien), tingkat absensi turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik
bagi organisasi dan lain-lain.
Selanjutnya
Wolseley & Campbell (dalam Triguno, 2002: 9-10) menyatakan sebagai berikut
:
1) Orang
yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran
pendapat, terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk
mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan kedahsyatan dan daya
imajinasi seteliti mungkin dan seobjektif mungkin.
2) Orang
yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memecahkan permasalahan sebara
mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan,
dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan
akal bulus dan pertentangan.
3) Orang
yang terdidik melalui kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan diri antara
kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai-nilai spiritual
maupun standar-standar etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian
dan moral karakternya.
4) Orang
yang terdidik dalam kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan
umum dan keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dan
bidangnya, demikian juga dengan hal berproduksi dan pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
5) Orang
yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memahami dan menghargai
lingkungannya seperti alam, ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga
kelestarian sumber-sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas
masyarakat yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada.
6) Orang
yang terlatih dalam kelompok budaya kerja berpartisipasi dengan loyal kepada
kehidupan rumah tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya, penuh tanggung
jawab sebagai manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta memberi
tempat secara berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang
kekuasaan sebaik mungkin.
Dari keenam manfaat budaya kerja atau etos kerja
sebagaimana dikemukakan Wolseley & Campbell di atas, jelaslah bahwa
peningkatan etos kerja ini menjadi mutlak sekaligus pilihan orientasi bangsa
kini dan dimasa depan. Hal ini penting, mengingat bahwa bangsa Indonesia memang
menderita kelemahan etos kerja (Louis Kraar dalam majalah Reader’s Digest edisi
1988:44), keberhasilan Jepang, Cina dan Korea, misalnya dalam membangun
perekonomian mereka adalah karena etos kerja yang memiliki bangsa-bangsa itu
tinggi. Artinya etos kerja memberikan manfaat yang signifikan terhadap
pencapaian prestasi kerja atau untuk unjuk kerja guru tinggi dan berkualitas.
4. Langkah-langkah
Pengembangan Etos Kerja Guru
Pengembangan etos kerja pada dasarnya merupakan
suatu upaya yang bersifat wajib
dilakukan oleh setiap guru, kepala sekolah maupun staf administrasi. Usaha
untuk mengembangkan etos kerja guru terfokus pada peningkatan produktifitas
mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Secara umum menurut Triguno (2002: 141-142) upaya yang
harus ditempuh dalam pengembangan etos
kerja tersebut adalah sebagai berikut :
1) Peningkatan
produktifitas melalui penumbuhan etos kerja.Tumbuhnya etos kerja akan
memberikan suatu formulasi baru dalam meningkatkan potensi pribadi yang
dimiliki oleh setiap guru di jenjang pendidikan formal.
2) Sistim
pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan
berbagai keahlian dan ketrampilan yang dapat meningkatkan kreativitas,
produktivitas, kualitas, dan efisiensi kerja.
3) Dalam
melanjutkan dan meningkatkan pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan
sebaiknya nilai budaya Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal
rasa harga diri dan nilai pendidikan sangat dibutuhkan dalam mengedepankan etos
kerja para guru yang ada di lembaga pendidikan.
4) Disiplin
nasional harus terus dibina dan dikembangkan untuk memperoleh sikap mental
manusia yang produktif.
5) Menggalakkan
partisipasi masyarakat, meningkatkan dan mendorong agar terjadi perubahan dalam
masyarakat tentang tigkah laku, sikap serta psikologi masyarakat. Dampak dari
etos kerja para guru yang ada dalam suatu lembaga pendidikan formal tidak lain
adalah sebagaimana paparan tersebut diatas. Contoh yang positif terhadap
masyarakat tentang cara dalam meningkatkan etos kerja yang diharapkan.
6) Menumbuhkan
motifasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan, baik itu
pengorbanan waktu senggang atau kenikmatan hidup lainnya, semantara itu upah
merupakan ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Bagi guru, dimensi seperti
yang diharapkan diatas sangat memberi peluang yang besar dalam meningkatkan
etos kerjanya.
Upaya-upaya pengembangan etos kerja diatas paling
tidak harus terus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan. Tanpa dilakukan secara teratur, mustahil
suatu jenis pekerjaan dapat memberikan suatu peningkatan hasil dan kondusifitas
pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Upaya seperti ini perlu direalisasikan
apabila tujuan-tujuan yang telah disepakati tercapai dalam suatu tatanan
pekerjaan dalam rangka membentuk sikap mental dan etos kerja lebih bersifat produktif.
Relefansi peningkatan etos kerja guru ini karena sekolah sebagai organisasi
yang melibatkan tenaga kerja manusia, khususnya dalam meningkatkan
produktifitas kerja sesuai dengan target waktu dan usaha yang ditetapkan oleh
setiap sekolah sebagai sebuah organisasi.
Suatu hal yang menarik jika dicermati secara serius,
bahwa lembaga pendidikan sekarang ini sangat antusias untuk mengubah tatanan
kerja yang kurang kondusif, menjadikan sekolah sebagai lembaga yang benar-benar
kondusif dengan etos kerja anggota organisasinya yang ideal sebagaimana batasan
yang dikemukakan diatas. Langkah-langkah seperti itu merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan etos kerja seorang guru sebagai pekerja pendidikan. Bagi
guru, etos kerja bukan hal yang baru, sebab etos kerja sudah merupakan tuntutan
profesionalisme seorang guru. Etos kerja yang tinggi sudah harus menjadi
komitmen guru ketika dia harus mengabdikan dirinya dalam suatu kegiatan
mengajar, mendidik dan memimpin, serta mengelolah anak didik di sekolah.
Artinya bahwa etos kerja telah ada pada guru ketika dia telah diperhadapkan
dengan jenis pekerjaan tersebut, hanya saja tingkat pengembangan etos kerja
yang ada perlu dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan.
Barometer sikap mental seorang guru dapat
meningkatkan etos kerjanya sangat terkait dengan seberapa besar pengorbanannya
dalam melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya (Triguno
2002:3). Lanjut Triguno, hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana tingkat
komitmen diri para guru untuk menumbuhkan etos kerja sebagaimana yang
diharapkan, meningkatkan disiplin kerja sesuai dengan aturan yang telah
disepakati, serta menumbuhkan sikap-sikap inovatif dalam pekerjaannya. Untuk
itulah dalam konteks lembaga sekolah, perlu adanya motifasi yang kuat dari dalam
diri maupun dari luar diri guru untuk mengembangkan etos kerja yang maksimal.
Peningkatan etos kerja merupakan bagian dari motivasi yang kuat dalam
memberikan dorongan pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang dalam perencanaan
dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi eksteren
maupun interen organisasi.
Dari pembahasan tersebut di atas, menurut penulis
setiap orang pasti punya masalah dengan semangat kerja? Jangan gundah gulana,
anda tidak sendirian. Banyak orang lain yang punya problem serupa. Namun, bukan
tidak ada solusinya! Hampir semua orang pernah mengalami gairah kerjanya
melorot.
Cara terbaik untuk mengatasinya, dengan langsung
membenahi pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk
etos kerja. Secara sistematis, Jansen (2010:24) memetakan motivasi kerja dalam
konsep yang ia sebut sebagai “Delapan Etos Kerja Profesional” yaitu:
Ø Etos
pertama: Kerja adalah rahmat.
Apa
pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, guru sampai buruh kasar
sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat,
seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun. Bakat dan
kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja,
setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya
kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu
anugerah yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespons semua
nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahanan
Ø Etos
kedua: Kerja adalah amanah.
Apa
pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah
amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri
menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. Etos ini
membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya
korupsi dalam berbagai bentuknya.
Ø Etos
ketiga: Kerja adalah panggilan.
Apa
pun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seperti darma
Yudistira untuk membela kaum Pandawa. Seorang perawat memanggul darma untuk
membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada
para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi
tentang kebenaran kepada masyarakat.
Jika
pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri
sendiri, “I’m doing my best!” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika
hasil karya kita kurang baik mutunya.
Ø Etos
keempat: Kerja adalah aktualisasi.
Apa
pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk
aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara
terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”.
Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa
pekerjaan.
Secara
alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan
bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa percaya diri ketika
berjumpa dengan temannya. “Perkenalkan, nama Saya Zakir Hubulo,S.Sos,M.Pd Guru
Profesional Sosiologi sekaligus Waka Hubmas MA Yaspib Bitung.(Mantap To...)
Ø Etos
kelima: Kerja itu ibadah.
Tak
peduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal
merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja
secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip
sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini:
Seorang
pemahat tiang menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah puncak
tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh
orang yang berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa
bersusah payah membuat ukiran indah di tempat yang tak terlihat? Ia menjawab,
“Manusia memang tak bisa menikmatmnya. Tapi Tuhan bisa melihatnya.” Motivasi
kerjanya telah berubah menjadi motivasi transendental.
Ø Etos
keenam: Kerja adalah seni.
Apa
pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran
ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi.
Jansen mencontohkan Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia
mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu
adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.
“Antusiaslah
yang membuat saya mampu bekerja berbulan-bulan di laboratorium yang sepi,”
katanya. Jadi, sekali lagi, semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius
Einstein pun menyebut rumus-rumus fisika yang sangat rumit itu dengan kata
sifat beautiful.
Ø Etos
ketujuh: Kerja adalah kehormatan.
Serendah
apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga
kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang
kepada kita. Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer.
Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia dikucilkan
di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah
kehormatan. Hasilnya, kita sudah mafhum. Semua novelnya menjadi karya sastra
kelas dunia.
Ø Etos
kedelapan: Kerja adalah pelayanan.
Apa pun
pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa
dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama. Pada pertengahan abad ke-20 di
Prancis, hidup seorang lelaki tua sebatang kara karena ditinggal mati oleh
istri dan anaknya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan seperti yang ia alami
mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi dia, tidak. Ia pergi ke
lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi. Sambil menggembalakan domba, ia
memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang
membayarnya. Tak ada yang memujinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia
telah meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 km!
Sungai-sungai mengalir lagi. Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu
dinikmati oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal.
Menurut Jansen, kedelapan etos kerja yang ia gagas
itu bersumber pada kecerdasan emosional spiritual. Ia menjamin, semua konsep
etos itu bisa diterapkan di semua pekerjaan. “Asalkan pekerjaan yang halal,”
katanya. “Umumnya, orang bekerja itu
hanya untuk mencari gaji. Padahal pekerjaan itu punya banyak sisi. Kerja
bukan hanya untuk mencari makan, tetapi juga mencari makna. Rata-rata kita
menghabiskan waktu 30-40 tahun untuk bekerja. Setelah itu pensiun, lalu manula,
dan pulang ke haribaan Tuhan. Manusia itu makhluk pencari makna. Kita harus
berpikir, untuk apa menghabiskan waktu 40 tahun bekerja. Itukan waktu yang
sangat lama.
Ada dua aturan sederhana supaya kita bisa antusias
pada pekerjaan. Pertama, mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat.
Dengan begitu, bekerja akan terasa sebagai kegiatan yang menyenangkan.
Jika aturan pertama tidak bisa kita dapatkan,
gunakan aturan kedua: kita harus belajar mencintai pekerjaan. Kadang kita belum
bisa mencintai pekerjaan karena belum mendalaminya dengan benar. “Kita harus
belajar mencintai yang kita punyai dengan segala kekurangannya.
Dalam hidup, kadang kita memang harus melakukan
banyak hal yang tidak kita sukai. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Tidak
mungkin kita mau enaknya saja. Dalam
dunia kerja, banyak masalah yang bisa tampil dalam berbagai macam bentuk. Gaji
yang kecil, teman kerja yang tidak menyenangkan, atasan yang kurang empatik,
dan masih banyak lagi.Namun, justru dari sini kita akan ditempa untuk menjadi
lebih berdaya tahan.
Harapan penulis, semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat, khususnya bagi guru-guru dan mahasiswa pascasarjana jurusan manajemen
pendidikan.
Tolong minta judul2 buku yang ada d kutifan dari tulisan etos kerja guru.
BalasHapusTolong kirim ke email : dodi.budiana68@gmail.com
cantumkan serta daftar pustaka untuk mempermudah penelusuran sekaligus penghargaan terhadap penulis buku yang dikutip ide pemikiran, gagasannya.
BalasHapusTulisannya snagat bagus, sayang tidak ada referansinya.
BalasHapusSayang banget referensinya tidak ada..
BalasHapusTulisannya bagus. Btw yg nulis blog exo-l ya? Heheh
BalasHapus